Jumat, 16 Desember 2011

Liberalisasi Perdagangan Produk Pertanian


BAB I
PENDAHULUAN


A.  Tujuan Pembelajaran
1.    Tujuan Instruksi Umum
Agar mahasiswa/i mengetahui seluk beluk tata niaga, khususnya tentang liberalisasi perdagangan produk pertanian sehingga mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

2.    Tujuan Instruksi Khusus
a.    Agar mahasiswa/i mampu dan mengetahui pengertian liberalisasi perdagangan
b.    Agar mahasiswa/i mampu dan mengetahui hukum dan strategi satu harga
c.    Agar mahasiswa/i mampu dan mengetahui globalisasi dan perdagangan internasional
d.   Agar mahasiswa/i mampu dan mengetahui AFTA, NAFTA, dan WTO
e.    Agar mahasiswa/i mampu dan mengetahui studi kasus terhadap produk pertanian

B.  Latar Belakang
Di akhir penghujung abad ke-20 ini kita menyaksikan bahwa walaupun dunia telah memasuki abad pengetahuan dan informasi, kita disadarkan bahwa pertanian kita masih rapuh, dan sangat labil dalam persaingan di tingkat global. Dimana kekuatan global yang menganut kepada ‘mahzab’ mekanisme pasar, menjadikan Indonesia salah satu negara ‘pengimpor beras’ terbesar di dunia, dan ketidakberdayaan produk pertanian kita yang ditolak oleh negara-negara Eropa dan Amerika akibat ketidaksesuaian mutu produk kita dengan standar mereka, produk kita kalah bersaing dan kalah pamor dengan hasil pertanian dari negara Thailand, China dan sekarang dengan produk pertanian Vietnam, negara yang baru bangkit dari ‘perang saudara’.

Kemajuan suatu bangsa, khususnya bagi bangsa yang penduduknya besar seperti Indonesia, dan memiliki kekayaan alam terbesar nomor lima di dunia, seharusnya ditentukan oleh kemajuan pertaniannya. Sektor pertanian, seharusnya adalah prime mover perekonomian nasional sehingga mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya yang sekitar 150 juta orang hidupnya tergantung kepada sektor pertanian. Tapi, ironisnya hal itu seperti hanya sekedar impian bangsa ini.
Di Indonesia, citra petani dan pertanian seolah-olah menjadi simbol keterbelakangan, sebagai akibat kebijakan makro yang tidak berpihak kepada pembangunan pertanian nasional, sektor pertanian tetap menjadi sektor nomor kesekian, atau masuk kedalam urutan perioritas ‘utama’ paling akhir. Walaupun sebenarnya pada tanggal 1 Juni 2005, Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) dengan jargon ‘bersama kita bisa’-nya, ingin mengangkat sektor pertanian melalui konsep Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutananan (RPPK) dan hampir 1,5 tahun lebih berlalu, banyak kalangan menilai bahwa RPPK ini merupakan tindakan dan kebijakan yang gagal dan tidak lebih hanya sebatas ‘pemenuhan’ janji kampanye SBY-JK yang hampir tidak terealisasi. Terbukti dimana kita masih gagal dalam manajemen perberasan dan ketahanan pangan, seperti yang kita ketahui bersama hampir dipastikan pada minggu ketiga Januari 2007 ini beras akan masuk sekitar 308.000 ton ke Indonesia dari 500.000 ton yang telah disepakatai (Kompas, 26 Desember 2006), belum lagi masih banyaknya lahan yang mengalami kekeringan, kebanjiran di musim penghujan, sistem irigasi yang rusak parah dan kekuatan rent sekker yang tidak tergoyahkan untuk terus melakukan impor, belum lagi permasalahan kasus gizi buruk yang belum terselesaikan dan flu burung yang mulai berkembang lagi.
Jika kita cermati dari tataran konsep yang ada bahwa salah satu “Triple Tracks Strategy” dari pemerintahan sekarang adalah Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutananan (RPPK) dalam upaya pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran, serta yang utama peningkatan daya saing ekonomi yang berbasis kepada komoditas nasional. Diharapkan jumlah kemiskinan yang pada tahun 2004 sekitar 16,6% dari jumlah penduduk Indonesia dan sebagian besar merupakan petani yang tinggal di pedesaan dapat turun menjadi 8,2% pada tahun 2009. Dengan kondisi tersebut diatas, maka akan sulit mewujudkan target pemerintah tersebut.
Padahal bukan rahasia umum lagi, bahwa negara-negara maju tetap memberikan subsidi kepada petani dan pertaniannya, sebagai contoh bahwa setiap sapi di Uni Eropa mendapat subsidi dari pemerintahnya sebesar 2,2 dollar AS per hari. Angka itu jahu lebih besar ketimbang pengeluaran per hari 1,2 miliar penduduk termiskin di dunia yang hidup dengan biaya kurang dari satu dollar AS per harinya (Kompas, 22 Desember 2005). Serta jutaan dollar dikeluarkan pemerintah Amerika Serikat untuk melindungi para petaninya melalui subsidi harga. Alasannya demi melindungi petani, konstituen politik mereka dan ini menjadi argumen yang selalu diajukan dan diperdebatkan negara maju dalam setiap perundingan yang membahas masalah keadilan perdagangan pertanian antar negara. Padahal, menurut Presiden Brasil Lula da Silva, petani yang dimaksud adalah warga kaya Eropa, warga kerajaan, penghasil anggur merek Bordeaux, dan keju merek terkenal.


BAB II
LIBERALISASI PERDAGANGAN PRODUK PERTANIAN

A.  Pengertian Liberalisasi Perdagangan
Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Liberalisasi adalah proses kebebasan yang menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.
Liberalisasi perdagangan adalah kebijakan dimana pemerintah tidak melakukan diskriminasi terhadap impor atau mengganggu ekspor. Kebijakan Liberalisasi perdagangan tidak selalu berarti bahwa pemerintah meninggalkan semua kontrol dan pajak  impor dan ekspor, melainkan bahwa menahan diri dari tindakan yang khusus di rancang untuk menghambat perdagangan internasional, seperti hambatan tariff, pembatasan mata uang, dan kuota  impor.
Di dalam liberalisasi perdagangan, semakin besar keuntungan-keuntungan dalam  bentuk peningkatan kesejahteraan. Kenaikan kesejahteraan ini adalah hasil dari alokasi sumber-sumber daya yang lebih efisien, dalam arti berpindah dari sektor-sektor non-produktif ke sektor-sektor yang lebih produktif.

B.  Hukum dan Strategi Satu Harga
Hukum satu harga menjelaskan hubungan antara nilai tukar dan harga komoditas. Hukum ini menyatakan bahwa komoditas yang sama akan memiliki harga yang (relative) sama pula, meskipun dijual ditempat yang berbeda. Adanya perbedaan harga komoditas akan menciptakan  peluang untuk melakukan arbitrase. Arbitrase dilakukan dengan membeli komoditas di tempat yang lebih murah dan menjualnya di tempat yang lebih mahal. Adanya
arbitrase pada akhirnya akan menaikkan  harga komoditas ditempat yang lebih murah dan menurunkan harga di tempat yang lebih mahal. Pada akhirnya, harga-harga komoditas di berbagai tempat akan relative sama. Setiap perbedaan  harga komoditas hanya disebabkan oleh adanya biaya transportasi, proteksi dan biaya-biaya transaksi lainnya.
Prinsip utama pasar persaingan menyatakan  bahwa harga akan menjadi sama antar dua pasar jika biaya transaksi dan biaya pengiriman barang dan jasa antar pasar  tidak ada. Apabila terdapat dua pasar dalam dua  Negara yang berbeda, harga barang mungkin ditetapkan dalam unit mata uang yang berbeda, tetapi harga produk yang sama pada kedua pasar yang berbeda tersebut akan sama.
Sebagai contoh, apabila harga apel di amerika serikat diberi notasi PAS dan nilai tukar spot dolar per poundsterling dinyatakan dengan S(US$/t) maka harga apel di amerika serikat adalah :
PAS = S(US$/t) x P1
Misal P1=2,50 dan S(US$/t) =$1,70, maka PAS/kg adalah $4,25. Apabila harga apel di amerika serikat $5,00/kg maka tercipta peluang utuk memperoleh keuntungan, yaitu dengan membeli apel di inggris dan menjualnya di amerika serikat. Untuk setiap kilogram apel, arbitrator akan memperoleh keuntungan $0,75 dikurangi biaya transaksi. Arbitrase akan terus berlangsung sampai harga apel di inggris dan amerika serikat menjadi(relative) sama.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika arbitrase internasional menggunakan hukum satu harga, maka kurs dalam negeri dan barang domestic akan sama dengan kurs dalam  negeri dan barang luar negeri. Dengan kata lain, unit mata uang domestic setiap Negara akan mempunyai daya beli yang sama. Karena itu,  jika satu dolar dapat dipakai untuk membeli satu bungkus roti di amerika serikat, maka satu dolar tersebut harus dapat dipakai untuk membeli satu bungkus roti yang sama di inggris. Berdasarkan peristiwa diatas, valuta asing akan berubah berdasarkan perbedaan inflasi domestic dan luar negeri. Hubungan ini dikenal dengan istilah purchasing power parity (PPP).
Dalam strategi ini, perusahaan membebankan harga yang sama pada setiap pelanggan yang membeli produk dengan kualitas dan kuantitas yang sama pada kondisi yang sama pula (termasuk syarat penjualannya sama). Strategi ini sering di jumpai pada perusahaan-perusahaan yang melakukan distribusi massa dan penjualan massa. Tujuan strategi ini adalah untuk mempermudah keputusan penetapan harga dan untuk mempertahankan goodwill serta menjalin hubungan baik dengan semua pelanggan (tak satupun pelanggan yang mendapatkan harga khusus atau dianggap lebih penting daripada pelanggan yang lain). Ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi guna melaksanakan strategi ini, diantaranya :
1.      Perlu adanya analisis secara terperinci mengenai posisi perusahan dan struktur biaya bila dibandingkan dengan industri secara keseluruhan.
2.      Dibutuhkan informasi yang berkaitan dengan variabilitas harga pada penawaran harga yang sama pada setiap orang.
3.      Perlu pemahaman atas skala ekonomis yang tersedia bagi perusahaan.
4.       Dibutuhkan informasi tentang harga kompotitif, yaitu harga yang sanggup dibayar oleh pelanggan.

C.  Globalisasi dan Perdagangan Internasional
1.      Globalisasi
Dunia kini menghadapi era baru yang ditandai dengan kecendrungan globalisasi  dunia sebagai akibat semakin banyaknya negara yang melaksanakan liberalisasi/reformasi ekonomi yang ditunjang pula dengan majunya teknologi komunikasi dan transportasi. Globalisasi sendiri mengandung pengertian bahwa setiap negara, bahkan setiap bisnis dan perusahaan, menghadapi persaingan global, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Globalisasi telah mengubah secara drastis pola produksi dari perusahaan multinasional yang semula berupaya memproduksi semua kebutuhannya menjadi spesialisasi produksi, yaitu hanya memproduksi komponen atau begian tertentu saja, sedangkan komponen atau bagian lainnya diproduksi oleh perusahaan-perusahaan lainnya yang bertindak sebagai pemasok sehingga terjadi internasionalisasi produk (Sastrowardoyo, 1994). Sejalan dengan adanya perubahan tersebut, kerja sama multilateral dan regional semakin banyak dikembangkan guna mengantisipasi perkembangan yang sedang dan akan terjadi.
2.      Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun, dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
Kerumitan ini disebabkan oleh faktor-faktor antara lain :
1)      Pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan
2)      Barang harus dikirim dan diangkut dari suatu negara kenegara lainnya melalui bermacam peraturan seperti pabean, yang bersumber dari pembatasan yang dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah.
3)      Antara satu negara dengan negara lainnya terdapat perbedaan dalam bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, hukum dalam perdagangan sebagainya.
a.       Manfaat perdagangan internasional
Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut :
1)      Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri.
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
2)      Memperoleh keuntungan dari spesialisasi.
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
3)      Memperluas pasar dan menambah keuntungan
Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.
4)      Transfer teknologi modern.
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.

b.      Sebab-sebab terjadinya perdagangn Internasional
Setiap negara dalam kehidupan di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negara-negara lain di sekitarnya. Biasanya bentuk kerjasama atau interaksi itu berbentuk perdagangn antar negara atau yang lebih dikenal dengan istilah perdagangn internasional. Beberapa alasan dan yang menyebabkan terjadinya perdagangn antar negara (perdagangn internasional) antara lain :
1)        Revolusi Informasi dan Transportasi
Ditandai dengan berkembangnya era informasi teknologi, pemakaian sistem berbasis komputer serta kemajuan dalam bidang informasi, penggunaan satelit serta digitalisasi pemrosesan data, berkembangnya peralatan komunikasi serta masih banyak lagi.
2)        Interdependensi Kebutuhan
Masing-masing negara memiliki keunggulan serta kelebihan di masing-masing aspek, bisa di tinjau dari sumber daya alam, manusia, serta teknologi. Kesemuanya itu akan berdampak pada ketergantungan antara negara yang satu dengan yang lainnya.
3)        Liberalisasi Ekonomi
Kebebasan dalam melakukan transaksi serta melakukan kerjasama memiliki implikasi bahwa masing-masing negara akan mencari peluang dengan berinteraksi melalui perdagangan antar negara.
4)        Asas Keunggulan Komparatif
Keunikan suatu negara tercermin dari apa yang dimiliki oleh negara tersebut yang tidak dimiliki oleh negara lain. Hal ini akan membuat negara memiliki keunggulan yang dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan bagi negara tersebut.
5)        Kebutuhan Devisa
Perdagangn internasional juga dipengaruhi oleh faktor kebutuhan akan devisa suatu negara. Dalam memenuhi segala kebutuhannya setiap negara harus memiliki cadangan devisa yang digunakan dalammelakukan pembangunan, salah satu sumber devisa adalah pemasukan dari perdagangan internasional.

c.       Faktor Pendorong Perdagangan Internasional
Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut :
1)      Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
2)      Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
3)      Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
4)      Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
5)      Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
6)      Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
7)      Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
8)      Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.

D.  Bentuk Kerjasama Dalam Perdagangan
1.    Kerjasama AFTA (ASEAN Free Trade Area)
a.       Sejarah Lahirnya AFTA
Konferensi tingkat tinggi ASEAN ke IV yang diselenggarakan di Singapura pada  bulan  Januari  1992  antara  lain  telah  menyepakati  perjanjian  mengenai  CEPT  (Common Effective Preferential Tariff) untuk membentuk AFTA. AFTA sendiri dibentuk bukan sebagai regionalisasi perdagangan tertutup, melainkan agar ASEAN dapat bersaing di pasar global. Hal ini dapat memberikan dampak positif berupa mengalirnya arus investasi asing, baik intra ASEAN maupun di luar ASEAN dan mendorong industri-industri di kawasan ASEAN untuk menempuh orientasi pasar yang lebih besar dan skala ekonomi yang lebih besar dalam kegiatan produksi dan pemasarannya.

b.      Tujuan dari AFTA
1)   Menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global
2)   Meningkatkan kerja sama perdagangan antar negara anggota ASEAN
3)   Menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI)

c.       Manfaat dan Tantangan AFTA bagi indonesia
1)   Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk indonesia,dengan penduduk sebesar ± 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam.
2)   Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran
3)   Pilihan konsumen atas jenis/ragam produkyang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu
4)   Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya.
Dalam konteks liberalisasi dan integrasi ekonomi, AFTA merupakan salah satu kebijakan regionalisme paling populer di antara beberapa skema kerja sama ekonomi regional lainnya, mengingat kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan dengan aktivitas transaksi ekonomi yang cukup tinggi. Kata free (bebas) dalam AFTA berkonotasi pada sistem perdagangan yang “membebaskan” para eksportir dan importir dari hambatan tarif dan nontarif atas barang-barang yang diekspor ke atau diimpor dari sesama negara anggota ASEAN.
Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
2.    Kerja sama WTO (World Trade Organitation)
a.       Sejarah Lahirnya WTO
Dengan diselesaikannya perundingan perdagangan multilateral Putaran Uruguay dan disepakati secara resmi oleh para menteri pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh, Maroko, dimulailah babak baru dalam hubungan perdagangan internasional dengan harapan agar perdagangan dunia yang bebas, adil dan terbuka dapat tercapai. 
Salah satu keberhasilan perundingan perdagangan multilateral Putaran Uruguay adalah dalam upaya memperkuat kelembagaan/institusi perdagangan multilateral dengan membentuk "World Trade Organization (WTO)". World Trade Organization (WTO) merupakan lembaga yang dihasilkan dari perundingan Putaran Uruguay untuk melaksanakan persetujuan-persetujuan multilateral yang dirundingkan oleh negara-negara anggotanya. Lembaga ini dibentuk karena lemahnya dasar hukum General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) selama ini karena adanya dua masalah yang menjadi agenda dalam Putaran Uruguay namun selama ini belum pernah ditangani oleh GATT yaitu perdagangan jasa (services) dan hak atas kekayaan intelektual (intellectual property rights). 
Persetujuan-persetujuan multilateral yang dihasilkan Putaran Uruguay tediri dari multilateral trade agreements dan plurilateral trade agreements. Persetujuan-persetujuan tersebut merupakan hasil perundingan atas 15 subyek Putaran Uruguay yang menyangkut masalah Tariff, Non-Tariff Measures, Tropical Products, Natural Resource-Based Products, Textiles and Clothing, Agriculture, GATT Articles, MTN Agreements and Arrangements, Subsidies and Countervailing Measures, Dispute Settlement, Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) including trade in counterfeit goods, Trade Related Investment Measures (TRIMs), Functioning of the GATT system (FOGs), Safeguard, dan Trade in Services.
b.      Tujuan WTO
Tujuan utama WTO adalah untuk menciptakan persaingan sehat dibidang perdagangan internasional  bagi para anggotanya. Sedangkan secara filosofis tujuan WTO adalah untuk meningkatkan taraf hidup dan pendapatan, menjamin terciptanya lapangan pekerjaan, meningkatkan produksi dan perdagangan serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dunia.
Tujuan penting lainnya adalah untuk penyelesaian sengketa, mengingat hubungan dagang sering menimbulkan konflik – konflik kepentingan. Meskipun sudah ada persetujuan – persetujuan dalam WTO yang sudah disepakati anggotanya, masih dimungkinkan terjadi perbedaan interpretasi dan pelanggaran sehingga diperlukan prosedur legal penyelesaian sengketa yang netral dan telah disepakati bersama. Dengan adanya aturan – aturan WTO yang berlaku sama bagi semua anggota, maka baik individu, perusahaan ataupun pemerintah akan mendapatkan kepastian yang lebih besar mengenai kebijakan perdagangan suatu negara. Terikatnya suatu negara dengan aturan – aturan WTO akan memperkecil kemungkinan terjadinya perubahan – perubahan secara mendadak dalam kebijakan perdagangan suatu negara (lebih predictable).
c.       Manfaat Menandatangani WTO
Dengan menandatangani dan meratifikasi WTO, tiap negara anggota mempunyai hak hukum untuk tidak diperlakukan secara diskriminasi  oleh anggota WTO lainnya baik perlakuan dibidang tarif, non tarif maupun  perlakuan secara nasional (national treatment). Disamping itu pula negara  anggota WTO , khususnya negara berkembang berhak untuk memperjuangkan haknya, misalnya melalui penyelesaian sengketa WTO dan mempersalahkan kebijakan negara lain yang dianggap merugikan kepentingan negara-negara berkembang diberbagai forum relevan di WTO.
Berbagai persetujuan WTO dapat dipergunakan oleh negara-negara berkembang untuk melindungi kepentingan dalam negrinya  (pada umumnya industri dalam negeri) dari impor  yang terbukti mengandung unsur  “unfair”. Keuntungan lainnya yang penting adalah bahwa negara-negara berkembang ikut menentukan anggota perundingan perdagangan internasional dimasa mendatang yang selama ini sangat didominasi  negara maju. Hal ini tidak dimungkinkan apabila negara-negara berkembang tidak berada dalam  sistem WTO tersebut.
Disamping itu juga ada manfaat legal system WTO bagi masyarakat biasa, yaitu :
1)        Legal system WTO menjamin stabilitas kebijakan tariff dengan adanya pengetatan tariff (tariff binding)
2)        Legal system WTO dapat memberikan perlindungan terhadap perdagangan tidak fair seperti dumping, subsidi atau barang-barang impor yang tidak memenuhi standar, khususnya bahan-bahan makanan dan daging.
3)        Mencegah negara-negara lain untuk tidak melakukan tindakan sewenang-wenang misalnya menaikan tingkat tariff.
4)         Penyelesaian sengketa.

3.    Kerja sama NAFTA (North America Free Trade Area)
a.       Sejarah Lahirnya NAFTA
NAFTA merupakan suatu bentuk organisasi kerjasama perdagangan bebas negara-negara Amerika Utara: Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko. Pada hakekatnya NAFTA telah terbentuk sejak tahun 1988, karena sejak tahun tersebut telah dimulai kerjasama pedagangan bebas antara Amerika Serikat dan Kanada. Pada saat itu kerjasama ekonomi antara Kanada dan Amerika tersebut masih bersifat bilateral, dalam rangka memperbaiki kondisi perekonomian Kanada yang semakin memburuk diakibatkan meningkatnya pengangguran dan banyaknya perusahaaan-perusahaan Kanada yang memindahkan investasi ke Amerika Serikat.
NAFTA didirikan pada tanggal 12 Agustus 1992 di Washington DC oleh wakil-wakil dari pemerintahan Kanada serta pemerintahan tuan rumah yaitu Amerika Serikat. Dan diresmikan pada tanggal 1 Januari 1994. Saat masih direncanakan, NAFTA adalah topik yang sering diperdebatkan diantara ketiga negara. Saat Presiden George Bush (yang berperan utama pada perencanaan) dan Presiden Bill Clinton (yang membantu mempromosikan dan mengimplementasikan NAFTA) mendukung perjanjian, milyuner Texas Roos Perot dan politikal Pat Buchanan menentangnya. Banyak yang berfikir NAFTA akan menyebabkan hilangnya pekerjaan di Amerika karena kebanyakan perusahan berpindah ke utara dengan alasan murahnya tenaga kerja dan deregulasi pasar. Dan juga meningkatnya ekploitasi tenaga kerja dan pelanggaran hak asasi manusia. Alasan lain adalah membantu menyelesaikan masalah ekonomi Meksiko dan ketiga negara akan mendapat keuntungan dengan meningkatnya perdagangan. Pakar lingkungan berpendapat dengan meningkatnya perdagangan akan berdampak pula pada berkembangnya industri di Rio Grande yang akan menyebabkan masalah polusi semakin bertambah. Pendukung NAFTA malah berpendapat bahwa dengan diimplementasikannya perjanjian ini akan lebih mudah mengatur dan memonitor polusi sepanjang perbatasan.

b.      Tujuan Didirikannya NAFTA
Tujuan utama NAFTA adalah menciptakan perdagangan bebas sesama anggota NAFTA, dengan menghilangkan hambatan perdagangan. Hambatan perdagangan itu bisa berupa hambatan tarif , dan hambatan non tarif . Hambatan tarif berupa bea masuk, bea masuk tambahan dan pungutan negara lainya terhadap barang –barang yang masuk ke salah satu negara NAFTA, yang besarnya berbeda satu negara dan lainnya, sedangkan hambatan non tarif berupa peraturan atau ketentuan yang berfungsi untuk menghambat perdagangan.

c.       Manfaat NAFTA
Manfaat NAFTA itu dirasakan negara negara NAFTA berupa pertumbuhan tingkat perekonomian, Investasi dan nilai perdagangan. Sebagai contoh untuk tahun 1998 saja, nilai investasi Kanada ke Amerika US $ 75 milyar dan investasi A.S ke Kanada US $ 4 milyar.
NAFTA merupakan suatu blok perdagangan yang mempunyi peran dan pengaruh yang besar terhadap perdagangan dunia, karena salah satu anggota NAFTA adalah negara Amerika Serikat yang merupakan pasar yang besar yang mampu menyerap sebagian besar produk manufaktur yang dihasilkan dunia. Perubahan ketentuan yang menyangkut perdagangan ke Amerika Serikat, akan
E.   Studi Kasus Dampak Liberalisasi Perdagangan Produk Pertanian
Berikut ini ada beberapa kasus perdagangan produk pertanian Indonesia, yaitu :
1.      Kasus-kasus penolakan ekspor produk pertanian asal Indonesia dengan alasan Technical Barier  and  Trade  (TBT)  sebagian  besar  karena  faktor  labelling  yang  dinilai membingungkan konsumen atau tidak mengikuti standar internasional. Selain itu, ada beberapa kasus dengan alasan mutu, seperti tercemarnya produk CPO Indonesia dengan solar.
2.      Jepang menolak masuknya beberapa buah-buahan Indonesia seperti pisang dan beberapa jenis buah-buahan lainnya dengan alasan lalat buah. Dalam hal ini Indonesia tidak mengajukan protes ke Komisi SPS (Sanitary and Phytosanitary)  WTO karena kenyataannya memang terjadi di Indonesia dan Indonesia sejauh ini belum mampu mengatasinya.
3.      Jepang juga menolak masuknya pucuk tebu asal Indonesia dengan alasan penyakit mulut dan kuk (PMK). Untuk kasus ini Indonesia mengadukannya ke Komisi SPS WTO karena Indonesia dalam daftar OIE merupakan salah satu negara yang dinyatakan bebas PMK. Saat ini pembahasannya sudah sampai pada sidang Komite dan harus terus diperjuangkan sampai Jepang mengakui keputusan OIE tersebut dan menotifikasi ke Sekretariat WTO bahwa Jepang mencabut larangan tersebut.
4.      Permasalahan SPS  menurut negara tujuan Amerika Serikat memberikan penalti dalam bentuk diskon/reduksi harga secara otomatis kepada produk asal Indonesia untuk komoditas-komoditas kakao, lada, udang dan jamur dengan alasan antara lain terkontaminasi serangga, salmonella, logam berat dan antibiotik. Dalam hal ini Indonesia tidak bisa mengadu ke Komisi SPS WTO karena AS bisa membuktikan secara ilmiah dan Indonesia memang belum bisa mengatasinya.


BAB III
PENUTUP

1.      Liberalisasi perdagangan adalah kebijakan dimana pemerintah tidak melakukan diskriminasi terhadap impor atau mengganggu ekspor. Kebijakan Liberalisasi perdagangan tidak selalu berarti bahwa pemerintah meninggalkan semua control dan pajak impor dan ekspor,melainkan bahwa menahan diri dari tindakan yang khusus di rancang untuk menghambat perdagangan internasional,seperti hambatan tariff,pembatasan mata uang,dan kuota impor.
2.      Di dalam liberalisasi perdagangan, semakin besar keuntungan-keuntungan dalam bentuk peningkatan kesejahteraan. Kenaikan kesejahteraan ini adalah hasil dari alokasi sumber-sumber daya yang lebih efisien, dalam arti berpindah dari sektor-sektor non-produktif ke sektor-sektor yang lebih produktif.
3.      Hukum satu harga menjelaskan hubungan antara nilai tukar dan harga komoditas. Hukum ini menyatakan bahwa komoditas yang sama akan memiliki harga yang (relative) sama pula, meskipun dijual ditempat yang berbeda.
4.      Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.
5.      Bentuk-bentuk kerja sama dalam perdagangan antara lain :
a.       AFTA (ASEAN Free Trade Area)
b.      WTO (World Trade Organitation)
c.       NAFTA (North America Free Trade Area)


DAFTAR PUSTAKA


Armand Sudiyono. 2004. Pemasaran Pertanian. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Bambang Rahmanto. “Dampak Liberalisasi Perdagangan Global dan Perubahan Kondisi Ekonomi Politik Domestik Terhadap  Dinamika Perdagangan Luar Negeri Kelompok Komiditas Berbasis Pertanian di Indonesia”. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. 2002, hal.1-23
Sukirno, Sadono. 2005. Mikro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar